Keterlibatan Pasien dan Keluarga Dalam Mencegah Resiko Terjadinya Medication Error Pada Pelayanan Kesehatan

by admin

Dr. Dini Handayani, MARS, FISQua, Stevie Ardianto Nappoe

Keselamatan pasien menjadi sebuah isu yang banyak diperbincangkan dalam beberapa dekade terakhir. Di negara maju, 1 dari 10 pasien harus menerima perawatan yang tidak aman di rumah sakit dan berujung pada semakin lamanya perawatan, kecacatan bahkan kematian yang seharusnya dapat dicegah. Di negara berpenghasilan rendah dan berkembang, angka kejadian yang tidak diharapkan karena perawatan yang tidak aman lebih tinggi dibandingkan negara maju. Setiap tahunnya, diperkirakan ada 134 juta kejadian yang merugikan pasien akibat dari kesalahan perawatan yang berujung pada lebih dari 2.6 juta kematian yang sebagian besar dapat dicegah (WHO, 2019b).

Di Indonesia sendiri, pencatatan dan pelaporan keselamatan pasien baru dilakukan secara sistematis sejak tahun 2015 melalui Sistem Pelaporan dan Pembelajaran Keselamatan Pasien Nasional (SP2KPN) yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan melalui Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP). Mengingat masih barunya sistem ini, penggunaan sistem tersebut masih belum dimaksimalkan, dimana jumlah laporan yang masuk setiap tahunnya masih rendah. Sampai dengan tahun 2019 baru tercatat 12% dari rumah sakit di Indonesia yang melaporkan kejadian/insiden yang berkaitan dengan keselamatan pasien dengan jumlah laporan mencapai lebih dari 7.400 insiden. Dari jumlah insiden yang dilaporkan hanya 2.3% yang berujung pada kematian sementara sebagian besar dapat ditangani (Daud, 2020). Berdasarkan data yang dihimpun bulan Januari – Mei tahun 2021, insiden yang paling banyak dilaporkan adalah yang berkaitan dengan medication error sebanyak 35% dari jumlah laporan yang masuk (KNKP, 2021).

Medication Error adalah semua kejadian yang dapat dicegah yang berkaitan dengan penggunaan obat yang tidak tepat atau menimbulkan bahaya pada pasien yang berada dalam kontrol professional kesehatan, pasien, atau konsumen. Medication error meliputi semua kesalahan yang terjadi dalam proses pengobatan mulai dari peresepan, transkripsi, pengemasan, pemberian label, administrasi, distribusi, edukasi, sampai dengan penggunaan obat (WHO, 2016). Di era pandemi COVID-19 ini, medication error dan insiden lainnya dalam keselamatan pasien diprediksi akan lebih sulit ditanggulangi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya manifestasi klinis yang luas dari COVID-19, tekanan fisik (beban kerja yang semakin tinggi) maupun psikis (stress, burnout, stigma negatif) yang tinggi selama pandemi pada tenaga kesehatan,  keterbatasan staff dan pergantian staff yang semakin sering karena banyaknya staff yang terpapar COVID-19, dan design pelayanan kesehatan yang berubah di masa pandemi yang rentan terhadap resiko keselamatan pasien (Gandhi & Singh, 2020).

Melihat panjangnya proses administrasi dan manajemen obat, medication error merupakan insiden yang luas secara definisi maupun kategori. National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (NCC MERP), salah satu lembaga internasional yang bergerak di bidang keselamatan pasien, telah mengembangkan indeks medication error yang dibagi ke dalam 9 kategori mulai dari kejadian yang berpotensi error (kategory A), kejadian error namun tidak menyebabkan bahaya/resiko rendah (kategori B-D), kejadian error yang mengarah pada bahaya/resiko tinggi (kategori E-H), dan kejadian error yang menyebabkan kematian (kategori I). Indeks medication error ini dapat digunakan oleh fasilitas kesehatan dalam menentukan jenis dan resiko dari insiden yang ditemui serta menentukan strategi dan intervensi yang tepat untuk pencegahan (NCC MERP, 2020).


© 2001 National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention. All Rights Reserved.

* Permission is hereby granted to reproduce information contained herein provided that such reproduction shall not modify the text and shall include the copyright notice appearing on the pages from which it was copied.

Ada banyak strategi dan intervensi untuk mengurangi atau mencegah terjadinya medication error mulai dari perbaikan sistem administrasi pemberian obat, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam pengobatan, dan lain sebagainya. Sebagian besar intervensi ini lebih menyasar provider dan tenaga kesehatan sementara peran pasien dan keluarga masih minim dan seringkali dikesampingkan. Padahal pasien dan keluarga dapat menjadi kunci untuk melengkapi intervensi yang sudah ada termasuk meningkatkan akuntabilitas dari provider dan tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan medication error. Pada tahun 2019, WHO mempromosikan gerakan 5 momen untuk keamanan pengobatan. Gerakan 5 momen ini merupakan tools untuk pasien dan keluarga agar lebih aktif lagi dalam penilaian resiko dan mendorong komunikasi aktif dengan tenaga kesehatan tentang obat yang mereka konsumsi. Setiap momen dalam gerakan 5 momen ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan kunci yang perlu dijawab oleh pasien dan keluarga melalui diskusi aktif dengan tenaga kesehatan pada setiap tahapan pengobatan.

Gerakan 5 momen ini terdiri dari:

  1. Ketika memulai pengobatan: apa nama obat yang diberikan dan apa indikasinya? Apa saja resiko dan efek sampingnya? Apakah ada acara lain untuk kondisi saya? Apakah saya sudah memberitahukan tenaga kesehatan terkait dengan alergi dan kondisi kesehatan lainnya? Bagaimana cara saya menyimpan obat ini?
  2. Ketika mengkonsumsi obat: kapan saya harus mengkonsumsi obat ini dan berapa banyak (dosis)? Bagaimana caranya saya mengkonsumsi obat ini? Apakah obat ini ada hubungannya dengan makanan atau minuman tertentu? Apa yang harus saya lakukan ketika terlewat/mengkonsumsi obat ini tidak teratur? Apa yang harus saya lakukan ketika mengalami efek samping?
  3. Ketika ada tambahan obat: Apakah saya butuh tambahan obat? Apakah saya sudah memberitahu tenaga kesehatan terkait dengan obat yang saya konsumsi sebelumnya? Apakah obat yang baru dapat mempengaruhi obat lain yang sedang saya konsumsi? Apa yang harus saya lakukan apabila timbul interaksi dengan obat lainnya? Apakah saya mampu untuk mengatur konsumsi beberapa obat sekaligus?
  4. Review obat-obatan yang saya konsumsi: Apakah saya menyimpan semua list obat yang saya konsumsi? Berapa lama saya harus mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan? Apakah saya sedang mengkonsumsi obat yang seharusnya tidak dibutuhkan? Apakah tenaga kesehatan melakukan check secara regular terkait dengan pengobatan saya? Seberapa sering obat-obatan saya harus direview?
  5. Ketika berhenti mengkonsumsi obat: Kapan saya harus berhenti mengkonsumsi obat? Apakah ada obat-obatan yang saya konsumsi yang harus distop dengan segera? Apa yang saya lakukan ketika obat yang saya konsumsi habis? Kemana saya harus melapor apabila saya berhenti mengkonsumsi obat karena efek samping yang tidak diharapkan? Apa yang harus saya lakukan pada sisa obat/obat yang sudah kadaluarsa? (WHO, 2019a)

Dengan gerakan 5 momen ini pasien dan keluarga diharapkan lebih kritis terhadap obat yang mereka terima dan mendorong diskusi dua arah yang produktif dengan tenaga kesehatan untuk lebih memahami obat yang dikonsumsi sekaligus mencegah resiko medication error yang mungkin terjadi selama proses pengobatan.

Sumber:

  1. Daud, A. (2020). Sistem Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien. In. Jakarta: Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).
  2. Gandhi, T. K., & Singh, H. (2020). Reducing the risk of diagnostic error in the COVID-19 era. Journal of hospital medicine, 15(6), 363.
  3. (2021). Laporan Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. In. Jakarta: Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).
  4. NCC MERP. (2020). Categorizing Medication Errors Index in Color. In. Washington DC: National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (NCC MERP).
  5. (2016). Medication errors: Technical Series on Safer Primary Care. In. Geneva: WHO.
  6. (2019a). 5 Moments for Medication Safety. In. Geneva: WHO.
  7. (2019b). Patient Safety Fact File. In. Geneva: WHO.